MAKALAH
SOSIOLOGI EKONOMi
Tentang
Ekonomi Formal Dan Informal
Disusun Oleh
Robi Candra 312.102
Dosen
Pembimbing:
MUHAMMAD TAUFIK, M.Si
JURUSAN EKONOMI ISLAM (EKI A)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
2013 M / 1434 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, karna berkat rahmat beliaulah
makalah ini dapat kami selesaikan. Salawat dan salam tertuju buat Rasullullah
SAW, yang telah sukses mengembangkan agama islam dalam kehidupan manusia.
Terima kasih kepada dosen yang mengajar
mata kuliah sosiologi ekonomi yang telah membimbing kami dalam pembuatan
makalah ini yang membahas tantang ekonomi formal dan informal.
Makalah ini berasal dari tugas SOSIOLOGI EKONOMI dari jurusan ekonomi
islam di Fakultas Syari’ah, IAIN Imam Bonjol Padang. Dengan tujuan dapat
menjadi pedoman bagi mahasiswa dalam menjalankan diskusi.
Sesuai dengan materi yang akan kami
diskusikan yaitu” ekonomi formal dan informal ” maka kami mencoba mengeluarkan
makalah kami yang mungkin keberadaannya kurang sempurna. Maka kami selaku
mahasiswa yang masih dalam proses pencarian ilmu, mengharapkan masukan dan
saran kepada dosen yang bersangkutan. Karna kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah kami sangat jauh dari kesempurnaan dalam segala hal. Untuk itu kepada
para pembaca kami juga sangat mengharapkan saran dan kritiknya demi
kesempurnaan makalah kami ini.
Padang,
07 maret 2013
Penulis
Kelompok X
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah
Pada pembahasan ini
dikemukakan mengapa sesuatu yang penulis menulis atau membicarakan sesuatu
yang dianggap sabagai suatu
permasalahan. Contoh nya saja kita membicarakan tentang “ EKONOMI FORMAL DAN
INFORMAL ” kita tahu bahwa pembentukan ekonomi formal dan informal merupakan
suatu sikap manusia di mana seseorang dapat mengetahuinya. ini berperan penting
dalam system sosiologi dan ekonomi. Tetapi sebagian dari kita jarang
menggunakan pengalamannya untuk menentukan perekonomian di Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Pengertian ekonomi formal dan informal?
2.
Pengertian dualisme ekonomi?
3.
Hubungan ekonomi formal dan informal?
4.
Apa-apa saja akibat ekonomi formal dan
informal?
5.
Apa saja penyebab munculnya ekonomi
informal?
6.
Apa- apa saja yang termasuk dalam
ekonomi formal dan informal?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulis membuat
makalah yang membahas tentang ekonomi formal dan informal dengan memberikan
pengertian/ penjelasan ini adalah
supaya pembaca tahu bagaimana proses pembentukan ekonomi formal dan informal
tersebut menurut sosiologi ekonomi.
DAFTAR
ISI
KataPengantar………………………………………………………………………………
Daftar
Isi……………………………………………………………………………………
BAB
I : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah……………………………………………………………..
B.
Rumusan Masalah…………….……………………………………………………...
C.
Tujuan Penelitian….…………………………………………………………….........
BAB II :
PEMBAHASAN
1.
Pengertian ekonomi formal dan
informal……………………………………….
2.
Pengertian dualisme ekonomi?
3.
Hubungan ekonomi formal dan
informal………………………………………….
4.
Apa-apa saja akibat ekonomi formal dan
informal………………………………..
5.
Apa saja penyebab munculnya ekonomi
informal………………………………...
6. Apa-
apa saja yang termasuk dalam ekonomi formal dan informal……………….
BAB III :PENUTUP
A.
Kesimpulan…………………………………………………………………………….
B.
Kritik Dan Saran……………………………………………………………………….
Daftar
Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ekonomi Formal Dan Informal
Istilah
sector informal itu pertama kali diperkenalkan oleh Keith Hart melalui
penelitiannya di Ghana, Afrika. Istilah ini kemudian diterapkan dan dilakukan
penelitian secara mendalam sejumlah kota di Negara-negara sedang berkembang termasuk
Jakarta 1972. Lewat tulisan yang berjudul Informal
Income Oppurnuties and Urban Inflyment In Ghana, ia membagi pekerjaan
berdasarkan sektoralnya, yaitu pekerjaan formal dan informal. Sector formal
merupakan sector yang pekerjaan di dalamnya menuntut tingkat keterampilan yang
tinggi, yang biasanya hal ini sulit dipenuhi oleh para pendatang dari daerah
pedesaan.
Eksistensi
jenis aktifitas ekonomi ini diketahui oleh para peneliti social pada akhir abad
19, dan term sector informal masuk dalam pembendaharaan ilmu social pada decade
1960-an. Terkadang istialah ini dikenal sebagai black economy, shadow economy, ataupun cash economy.
Istilah
black economy sering menunjuk pada ekonomi nonpasar yang
berkonotasi negative, yaitu segala bentuk aktifitas ekonomi illegal yang
melanggar undang-undang, seperti makelar tiket kereta api atau bentuk-bentuk
perdaangan gelap (black market).
Istilah lain yang seting dipakai untuk menunjuk sector informal ini antara lain
shadow economy, underground economy,
undercover economy dan hidden
economy. Istialah shadow economy atau
economy baying-bayang menunjuk pada fenomena sector informal yang tidak
mengikuti aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah. Keberadaan sering
dipandang “ antara ada dan tiada ‘’, dalam system administrasi pemerintah,
jelas keberadaan sector ini tidak tercatat, tetapi realitasnya justru sector
inilah yang berfungsi sebagai penumpang ketika ekonomi sedang menunjuk titik
nadir. Produksi dan jasa yang dihasilkan hanya mampu memenuhi kebutuhan prilaku
sector informal dalam batas yang minimal. Artinya, hamper tidak ada kelebihan
keuntungan yang dapat diakumulasi sebagai pembentukan modal baru.
Di
Indonesia, menurut Hidayat (1987), sudah ada kesepakatan tentang sebelas cirri
pokok sector informal, yaitu :
1. Kegiatan
usaha tidak terorganisasi dengan baik karena timbulnya unit usaha tidak
mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sector formal.
2. Pada
umumnya, unit usaha tidak mempunyai unit usaha.
3. Pola
kegiatan usaha tidak teratur, baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.
4. Pada
umumnya, kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi tidak sampai
ke pedagang kaki lima.
5. Unit
usaha mudah keluar masuk dari satu sub-sektor ke lain sub-sektor.
6. Teknologi
yang digunakan bersifat primatif.
7. Modal
dan perputaran usaha relative kecil sehingga skala operasi juga relative kecil.
8. Pendidikan
yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal
karena pendidikan yang diperoleh pengalaman sambil kerja.
9. Pada
umumnya, unit usaha termasuk golongan one-man
enterprise dan kalau memperkerjakan buruh berasal dari keluarga.
10. Sumber
dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau lembaga
keuangan yang tidak sah.
11. Hasil
produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan manyarakat desa kota
berpenghasilan rendah kadang-kadang juga berpenghasilan menengah.
Perbedaan Karakteristik Sector
Informal dan Sector Formal
Karakteristik
|
Informal
|
Formal
|
Modal
|
Sukar
diperoleh
|
Relative
mudah diperoleh
|
Teknologi
|
Padat
karya
|
Padat
modal
|
Organisasai
|
Menyerupai
organisasi keluarga
|
Birokrasi
|
Permodalan
|
Dari
lembaga keuangan tidak resmi
|
Dari
lembaga keuangan resmi
|
Serikat
buruh bantuan Negara
|
Tidak
berperan tidak ad
|
Sangat
berperan
|
Hubungan
dengan desa
|
Saling
menguntungkan
|
“one-way-traffic” untuk kepentingan
sector formal
|
Sifat
wiraswasta
|
Berdikari
|
Sangat
tergantung pada perlindungan pemerintah atau impor
|
Persediaan
baran
|
Jumlah
kecil, kualitas rendah
|
Jumlah
besar, kualitas baik
|
Hubungan
kerja dengan majikan
|
Berdasarkan
asas saling percaya
|
Berdasarkan kontrak kerja[1]
|
Ekonomi
informal menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu yang dicirikan dengan
:
a. Mudah
memasukinya dalam arti keahlian, modal dan organisasi
b. Perusahaan
milik Negara
c. Beroperasi
pada skala kecil
d. Intensif
tenaga kerja dalam produksidan menggunakan teknologi sederhana
e. Pasar
yang tidak teratur dan kompetitif
Karakteristik negative dan sector informal tersebut
telah banyak mendapat tantangan dari berbagai ilmuwan yang berkecimpung dalam
bidang ini. Menurut Hernando De Soto dalam the
other path informalitas merupakan respon masyarakat terhadap Negara
merkantalis yang kaku. Oleh karena itu, tidak seperti gambaran ILO yang
melihatnya sebagai mekanisme kelangsungan hidup dalam merespon ketidakcukupan
lapangan pekerjaan modern, melainkan sebagai serbuan kekuatan pasar nyata dalam
suatu ekonomi yang dikekang oleh regulasi (pengaturan) Negara.
Produksi subsistensi terdapat pada semua masyarakat
dengan tingkat dan derajat yang berbeda. Semakin berkembang industrilisasi
semakin sedikit jenis aktifitas dan jumlah waktu yang dikeluarkan rumah tangga
yang melakukan produksi subsistensi.
a.
Sector
Informal
Kegiatan ekonomi terdapat bagian yang telah dimasuki
oleh aktifitas sector informal mulai dari produksi makanan sampai produksi
obat-obatan, mulai dari jasa hiburan sampai kepada jasa keamanan, mulai dari
pedagang loak sampai kepada pedagang emas, mulai dari tukang semer sepatu
sampai kepada pembuat sepatu, dan seterusnya. Menjamurnya aktifitas ekonomi
sector informal tersebut dipandang sebagai suatu kegiatan yang mudah untuk
masuk ke dalamnya.
b.
Sector
Informal Bayangan
Sector ini pada dasarnya merupakan sector
formal,tetapi untuk peningkatan fleksibilitas managerial dan pengurangan biaya
tenaga kerja mereka melakukan subkontraktor kepada wiraswasta informal atau
penggajian yang dicatat dalam pembukuan yang tidak resmi sehinga aktifitas
mereka sebenarnya-seperti jumlah produk yang dihasilkan dan karyawan yang
dipekerjakan-tidak terjangkau oleh tangan aparat pajak atau tidak terekam dalam
data statistic pemerintah.[2]
c. Sektor Usaha Formal Dalam
Perekonomian Indonesia
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Sebagai
realisasi dari pasal 33 ayat
2 dan 3 UUD 1945 maka didirikanlah
Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). BUMN
adalah bada usaha
yang modalnya sebagian besar/seluruhnya milik pemerintah/negara. Badan
usaha milik pemerintah pusat
disebut BUMN,sedangkan badan
usaha yang modalnya milik
pemerintah daerah disebut
BUMD(Badan Usaha Milik
Daerah).BUMN dan BUMD didirikan utuk
melayani kepentingan umum dan mencari keuntungan dalam ranka mengisi kas
negara.Berdasarkan UU RI No 9
tahun 1969 perusahaan
negara digolongkan menjadi 3
jenis yaitu :
a.
Perusahaan Jawatan (PERJAN)
Merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di
bidang jasa. Tujuanya untuk melayani
kepentingan umum/masyarakat luas
(PUBLIC SERVICE). Merupakan
bagian dari suatu
departemen pemerintah yang
di pimpin oleh seorang kepala yang bersesatus pegawai
negeri sipil.
Ciri-ciri
PERJAN:
1.
Bertujuan untuk melayani masyarakat
2.
Pimpinan dan karyawan bersetatus
sipil
3.
Merupakan bagian dari departemen
pemerintah
4.
Memperoleh fasilitas Negara
5.
Dipimpin oleh seorang
kepala yang bertanggung
jawab langsung kepada atasannya
dalam hal ini kepala menteri/dirjen
departem yang bersangkutan
Contoh
PERJAN:
Perusahaan jawatan kereta api dan jawatan
penggadaianSejak tahun 1991, perusahaan berubah
status menjadi perusahaan
umum, PJKA menjadi perumka
dan perusahaan jawatan
penggadaian berubah menjadi perum
penggadaian.
b. Perusahaan umum (PERUM)
Perum
merupakan perusahaan milik
negara yang tujuannya
disamping melayani kepentingan umum juga diperbolehkan mencaei
keuntungan.
Ciri-ciri
PERUM:
Bertujuan:
1. melayani kepentingan
umum, tapi diperbolehkan
untuk mencari laba dengan prinsip kerja efisien dan efekifitas
2. Bersetatus
badan hukum yang diatur berdasarkan UU
3. Bergerak di
bidang usaha yang vital
4. Berada di
bawah pimpinan dewan direksi
5. Pimpinan dan
karyawan bersetatus pegawai negeri
6. Mempuya nama
dan kekayaan sendiri yang di pisahkan dari kekayaan Negara
7. Laporan Diatur
secara perdata tahunan perusahaan yang terdiri dari
laporan rugi/laba, neraca dan
laporan perubahan modal disampaikan oleh pemerintah
Contoh
PERUM:
1.
Perusahaan umum kereta api
2.
PERUM Dinas angkutan motor republik Indonesia
3.
PERUM Pengadilan
4.
PERUM Perumahan umum Nasional
c. Perusahaan Perseroan (PERSERO)
Perusahaan
perseroan merupakan perusahaan
Negara yang biasanya berbentuk PT
(Perseroan Terbatas). Bertujuan
untuk mencari laba/keuntungan.
Ciri-ciri PT:
1. Tujuannya
lebih besar (dominan) untuk mencari laba
2. Biasanya berbentuk PT
3. SebagianØ besar
seluruh modalnya milik
pemerintah dalam bentuk saham-saham, tapi
memungkinkan kerja sama
pemilikan modal dengan pihak lain
4. Pemerintah sebagai pemegang saham terbesar
(minimal 51%)
5. Tidak dapat fasilitas negara secara khusus
6. Dipimpin dewan direksi
7. Pimpinan dan karyawan bersetatus sebagai
pegawai swasta
Contoh
perusahaan yang berbentuk PT:
1.
PT Pos Indonesia
2.
PT Pelni
3.
PT Perkebunan
4.
PT GIA (Garuda Indonesia Airways)
5.
PT PLN (Perusahaan Listrik Negara)
6.
PT BTN (Bank Tabungan Negara)
d. Sektor Usaha Informal Dalam Perekonomian Indonesia
Dalam
kehidupan perekonomian di Indonesia, terdapat usaha-usaha informal, yaitu bidang
usaha dengan modal
kecil, alat produksi
yang terbatas,dan tanpa bentuk
badan hukum.
Ciri-ciri usaha
informal antara lain
sebagai berikut:
1.
Aktivitasnya tidak terorganisir
secara baik karena timbulnya tidak melalui perencanaan yang matang
2.
Pada umumya tidak memiliki izin resmi dari
pemerintah
3.
Pola
kegiatannya tidak teratur
atau tidak tetap,
baik tempat maupun waktu/jam kerja.
4.
Modal dan peralatan serta perputaran
usahanya relatif kecil.
Pelaku usaha informal diantaranya yaitu:
a. Pedagang kaki lima
Pedagang kaki lima yaitu pedagang yang menjajakan
barang dagangannya di tempat-tempat yang strategis, seperti di pinggir jalan,
di perempatan jalan, di bawah pohon
yang rindang, dan
lain-lain. Barang yang
dijual biasanya makanan, minuman,
pakaian, dan barang-barang
kebutuhan sehari-hari lainnya. Tempat panjualan
pedagang kaki lima
relative permanent yaitu berupa
kios-kios kecil atau gerobak dorong, atau yang lainnya.
Contoh
pedagang kaki lima
yang berjualan dipinggir
jalan.
b. Pedagang
Keliling
pedagang
yang menjual barang
dagangannya secara keliling, keluar-masuk
kampong dengan jalan
kaki/naik sepeda/sepeda
motor. Barang yang
dijual kebanyakan barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti
minyak goreng, sabun, perabot rumah tangga, buku dan alat tulis, dan lain-lain.
c.
Pedagang Asongan
pedagang
yang menjual barang
dagangan barang-barang yang ringan
dan mudah dibawa seperti
air mineral, koran, rokok, permen,
tisu, dan lain-lain.
Tempat penjualan pedagang asongan adalah
di terminal, stasiun,
bus, kereta api, di
lampu lalu lintas (traffic light), dan di tempat-tempat
strategis lainnya.
Contoh seorang pedagang asongan.
Pedagang Musiman,
yaitu pedagang yang menjual
barang dagangannya secara
musiman. Barang yang di jual sesuai dengan musimnya, seperti buah buahan, kartu
lebaran, dan kartu
natal.Tempat penjualan di
tempat-tempat strategis atau di
tempat-tempat tertentu, seperti
objek wisata, panggung hiburan, dan lain-lainSeorang
pedagang ketupat yang merupakan contoh pedagang musiman dan hanya berjualan
pada saat menjelang lebaran.[3]
e.
Potret ekonomi informal di indonesia
lapangan
kerja yang memadai, menjadikan masyarakat yang tidak mendapatkan tempat pada
sektor formal akan beralih ke sektor informal yang tidak menuntut banyak
keahlian dan pendidikan yang memadai.
Beberapa
jenis pekerjaan yang termasuk di dalam sektor informal, salah satunya adalah
pedagang kaki lima, seperti warung nasi, penjual rokok, penjual kran dan
majalah, penjual makanan kecil dan minuman, dan lain-lainnya. Keberadaan
pedagang asongan dianggap penting di beberapa tempat. Keberadaannya sering
dinilai mengganggu ketertiban umum, seringkali ada upaya untuk menggeser
keberadaan pelaku sektor informal seperti operasi penertiban dan penetapan
aturan yang melarang eksistensi pedagang asongan.
Pedagang
asongan menjadi stimulan muncul dan berkembangnya usaha-usaha mikro dengan
menjadi penyedia barang-barang dagangan yang dijajakan pedagang asongan.
Peluang ini dimanfaatkan oleh kalangan industri menengah. Produsen minuman,
koran atau rokok, misalnya, mulai banyak yang memanfaatkan pedagang asongan
sebagai tenaga pemasar yang dapat secara langsung menyentuh konsumen.
Saat ini sektor informal berkembang pesat di Indonesia, khususnya di
kota-kota besar. Hal itu disebabkan sektor informal memberi ruang kepada
masyarakat yang tidak memiliki skill dalam sektor ekonomi formal. Pedagang
asongan tidak hanya ditemukan di pinggir-pinggir jalan, jembatan, terminal bis,
angkutan umum, bis kota, kereta, kampus, instasi pemerintah dan swasta dengan
beragam bentuk. Di satu sisi kegiatan ekonomi dan
sosial penduduk yang dibarengi dengan kebutuhan yang tinggi semakin memerlukan
ruang untuk meningkatkan kegiatan penduduk sehingga menyebabkan semakin
bertambahnya ruang untuk mendukung kegiatan sektor informal.[4]
B. Pegertian dualisme
Dualisme
artinya bahwa dalam waktu yang sama di dalam masyarakat terdapat dua gaya
social yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing – masing berkembang secara
penuh serta saling mempengaruhi. Dalam dualisme masyarakat, salah satu system
social yang menonjol biasanya termaju, diimpor dari luar negri dan hidup dalam
lingkungan baru tanpa berhaasil menyisihkan atau menyerap system social lain
yang telah lama tumbuh disitu. Akibatnya, dari system kedua ini tdak ada yang
meluas, dan malah keduanya menjadi ciri khas masyarakat yang bersangkutan.
1.
Dualisme ekonomi yaitu kegiatan ekonomi dan
keadaan ekonomi serta keadaan yang lain dalam masa tertentu, atau dalam suatu
sector ekonomi tertentu ysng memiliki sifat tidak seragam.
2.
Dualisme ekonomi ini dapat dibedakan menjadi 2
kelompok, yaitu ekonomi tradisional dan ekonomi modern.
3.
Kelompok ekonomi tradisional berarti kegiatan
ataupun keadaan ekonomi yang ada masih dikuasai oleh unsur ketradisionalan.
4.
Kelompok
ekonomi modern, berarti berbagai kegiatan dan keadaan ekonomi yang sedang
berlangsung dikuasai oleh unsur – unsur yang bersifat modern.[5]
a.
Pengertian
dualisme ekonomi
Ekonomi dualistik atau lengkapnya
sistem ekonomi dualistik adalah suatu masyarakat yang mengalami 2 macam sistem
ekonomi yang saling berbeda dan berdampingan sama kuatnya dimana sistem ekonomi
yang satu adalah sistem ekonomi yang masih bersifat pra- kapitalistik yang
dianut oleh penduduk asli dan sistem ekonomi yang diimpor dari Barat yang telah
bersifat kapitalistik atau mungkin telah dalam bentuk sosialisme atau
komunisme.[6]
b.
Sejarah Ekonomi Dualistik di
Indonesia
Penjajahan yang terjadi di Indonesia merupakan awal
dari sejarah terbentuknya ekonomi dualistik di Indonesia. Penjajahan yang
membawa pola dan sistem perekonomian kapitalis membawa pengaruh yang nyata
dengan berkembangnya perekonomian akan tetapi ini hanya terpusat pada
daerah-daerah yang mereka jajahi sehingga munculah ketidak merataan dibeberapa
daerah. Apabila tidak terjadi kedatangan orang-orang barat ke Indonesia mungkin
sistem pra-kapitalisme Indonesia dan dunia timur lainnya suatu waktu akan
berkembang menuju sistem kapitalisme secara bersamaan dan merata.[7]
C.
Faktor-faktor
penyebab dualisme
Ada empat factor yang melatar belakangi atau menjadi sebab
lahirnya dualisme ekonomi, yaitu :
1. Adanya kebijakan yang memiliki dua
dimensi, yaitu kebijakan untuk mempertahankan agar surplus sector pertanian
tetap berada di dalam negri daripada dibawa ke luar negri seperti masa
penjajahan.kebijakan untuk mengalihkan surplus sector pertanian ini ke sector
industry, dan ekspor seperti semula.
2. Adanya pengaruj dari pola perumbuhan
ekonomi terutama yang terjadi di Negara – Negara asia.
3. Hal yang menyangkut ratio antara manusia dan
tanah.
4. Lemahnya perekonomian nasonal.[8]
D.
Dualisma Ekonomi Di Indonesia
Perkembangan ekonomi yang terjadi saat Belanda menduduki Indonesia ternyata
memakai model-model yang berbeda. Baik pada masa VOC ataupun kolonial. Sistem
yang diterapkan pada dasarnya berusaha memakai model konsep ekonomi barat.
Apabila sepenuhnya sistem dari barat diterapkan pada perekonomian saat itu
ternyata tidak relevan. Masyarakat pribumi pada umunya masih memakai konsep
ekonomi tradisional. Sistem ekonomi barat dapat merusak struktur sosial yang
sudah ada.
Kapitalisme dalam ekonomi merupakan sebuah model yang lebih maju ketimbang
sistem ekonomi tradisional. Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang dinamis,
sedang ekonomi tradisional cenderung statis. Kapitalisme memakai modal-modal
yang dimiliki oleh swasta. Sedangkan ekonomi tradisional masih mementingkan
asas kekeluargaan atau kebersamaan. Masing-masing, baik ekonomi kapitalisme dan
tradisional tidak dapat berkembang bersama. Mereka berdiri sendiri-sendiri saat
proses perekonomian berjalan. Model perekonomian yang seperti itu dikenal
sebagai ekonomi dualistis. Dan dalam sistem tradisional, relasi yang digunakan
dengan prinsip sosial dan cultural.
Ekonomi dualistik yang diterapkan oleh pemerintah kolonial pada dasarnya
untuk menekan agar masyarakat pribumi terus bertahan dengan ekonomi
tradisionalnya. Pemerintahan Kolonial bekerjasama dengan swasta asing. Dan
disini para swasta punya modal yang cukup untuk menyogok pemerintah agar tanah
milik para petani dapat dipakai demi lahan perkebunan. Pengusaha swasta asing
kebanyakan para orang Cina, Timur Asing dan bangsa Eropa. Namun ternyata bukan
mereka saja, para raja Jawa juga ikut menjadi pemodal. Investasi yang mereka
tanamkan pada perkebunan membawa dampak yang besar bagi pemerintah kolonial.
Kondisi seperti itu mengakibatkan lahan pertanian menjadi semakin berkurang.
Namun adaptasi dari pribumi lokal dengan sistem tadi secara perlahan-lahan.
Sistem ekonomi tradisional susah untuk menyatu dengan sistem ekonomi kapitalis.
Sistem kapitalis membawa dampak yang besar karena menghasilkan keuntungan yang
menggiurkan bagi pihak-pihak lokal ataupun asing.[9]
E.
Hubungan
Ekonomi Informal Dan Ekonomi Formal
Sector
informal sering dilihat sebagai refleksi pertumbuhan kesempatan kerja di Negara
berkembang yang tidak mampu di tamping oleh sektof formal. Motif ekonomi yang
mendorong para pekerja masuk ke sector ini terutama hanya sekedar mencari
kesempatan kerja dan pendapatan dari pada memperoleh keuntungan. Jadi, sangat
berbeda dengan konsepsi para ahli mengenai wiraswastawan (entrepreneur). Namun
demikian, sejak kemunculannya, konsep sector informal mengundang perdebatan
dari berbagai kalangan. Pada decade 1980an, muncul paradigm baru dalam sector
ini. Jika sebelumnya paradigm yang berkembang melihat sector informal sebagai
sector yang harus diterangi, karena merusak keberhasilan, ketertiban dan
keamanan kota, pada decade ini paradigm tersebut mulai bergeser. Sector
informal dalam pandangan ini harus diubah menjdi sector formal.
Paradigma
lama tentang sector informal dilandasi suatu pemikiran bahwa kemajuan
perekonomian sebuah Negara ditandangi dengan meningkatnya tenaga kerja yang
termasuk dalam sector formal. Perekonomian dalam suatu Negara di nilai
mengalami kemajuan jika terjadi transpormasi ke arah penurunan pekerja kasar (blue collar) yang mempersentasikan
pekerja sector informal. Maka indikasi kemajuan tersebut terefleksikan dari
peningkatan pendidikan dan pendapatan masyarakat. Pekerja-pekerja kerah biru
merupakan pekerja yang lebih banyak mengandalkan kekuatan fisik, menggunakan
teknologi yang terbatas, serta berupa rendah, seperti pertanian, perdagangan
kecil, kehutanan, perburuhan, perikanan, tenaga produksi, buruh dibidang
transportasi dan pekerja kasar lainnya. Sementara itu, pekerja kerah putih (white collar ) merupakan pekerja yang
lebih banyak menggunakan otak dan keterampilan.
Berdasarkan
study sector informal yang dilakukan oleh bromley di Cali, Colombia, menunjukan
bahwa dalam sector informal terdapat beberapa segi yang patut diperhatikan,
yaitu kegiatan ini bukanlah suatu kegiatan yang terpisah sama sekali dalam
sector formal,bahkan lebih dari itu, sector ini memperoleh pengakuan
kegiatannya justru dari sector formal- informal merupakan karakteristik
kegiatan ekonomi Negara-negara yang sedang berkembang tempat sector informal
mendominasikan hamper seluruh kegiatan bidang jasa.
Dalam
konteks Indonesia, hubungan sector formal-informal dapat diamati secara riil di
sekitar gedung-gedung perkantoran elite. Banyak karyawan sector formal yang
mengkonsumsi barang dan jasa sector informal. Keberadaan “wartek” (warung
tegal) yang menjajakan makanan murah meriah seolah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari keberadaan gedung perkantoran. Sector informal oleh sebagian
ahli sering di sebut “sector penyelamat” di sebabkan oleh elastisitas sector
ini dapat menyerap lonjakan tenaga kerja. Beberapa kota di dunia tumbuh menjadi
satu “kota” yang sangat besar. Proses kunurbasi ini di beberapa literature
serin disebut sebagai metropolitan extended
metropolitan ataupun megalopis. Sector formal kota tetap tidak mampu
menyerapnya, oleh karena itu sector informal yang menjadi tumpuan penyerapan
tenaga kerja. Sector ini tumbuh meskipun nilai tambah yang diciptaknnya mungkin
tidak sebesar nilai tambah sector formal.[10]
Hubungan
ekonomi formal dan informal merupakan salah satu kajian penting dalam study
ekonomi informal. Hubungan tersebut dapat dilihat dari dua perspektif yaitu
pendekatan konflik dan pendekatan fungsional. Pada pendekatan konflik melihat
bahwa kehadiran sector informal diperlukan untuk mendukung perkembangan sector
formal. Dengan demikian, seperti istilah yang sering dilontarkan adalah, sector
informal mensubsidikan sector formal. Kata subsidi tersebut merupakan
penghalusan dari kata eksploitasi.
Sedangkan
pendekatan fungsional melihat hubungan tersebut sebagai sesuatu yang saling
menguntungkan antara sector formal dan informal. Istilah mereka adalah di mana
ada gula di sana ada semut. Di mana ada pembangunan gedung kesitu berdatangan
semut-semut sector informal.[11]
F. Sektor Formal Dan Informal dan
Akibat-Akibatnya Pada Perekonomian
1. Produktifitas
menurun
Kegiatan-kegiatan
yang menghasilkan nilai tambah sulit berkembang jika peraturan pemerintah
menghambat orang untuk menghimpun sumber daya, bila pajak dan tariff
menyebabkan harga bahan baku dan harga bahan barang tidak mencerminkan keadaan
yang sebenarnya, bila pengendalian harga memperlemah rangsangan untuk kegiatan
memproduksi.
Kadang-kadang
pengusaha informal dapat menggunakan sumber daya mereka secara lebih efisien di
bandingkan dengan pengusaha formal. Produktifitas perusahaan informal turun
makin rendah lagi karena pengusaha informal umumnya lebih padat karya dan kurang
menggunakan mesin. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ILD. Produktifitas
perusahaan informal hanya sepertiga dari produktifitas dari perusahaan formal.
Hal ini menghasilkan pola penggunaan sumber daya Negara yang tidak tepat dan
tidak efisien, karena produktifitas yang optimum dapat tercapai hanya bila ada
panduan yang terbaik antara tenaga kerja dan modal barang.
2. Penanaman
modal menurun
Ada
dua hal pada kegiatan informal yang mengakibatkan penanaman modal pada
keseluruhan menurun. Pertama, pengusaha informal lebih banyak menggunakan
teknologi padat karya, dengan akibat penanaman modal pada umumnya menurun,
karena kegiatan usaha sebagai lembaga ekonomi cenderung bergerak kea rah sector
informal. Kedua, mengingat kesulitan-kesulitan yang dihadapi pengusaha informal
untuk menjamin agar kontrak tidak di langgar, dan bunga yang tinggi yang harus
mereka bayar jika mereka meminjam uang kepada penyedia modal uang untuk
usahanya, maka tidak akan banyak penanaman modal jua turun akibat tinginya
biaya-biaya yang harus dipikul pengusaha bila ia berusaha secara informal.
3. System
pajak tidak efisien
Bila
pajak ditarik, bebannya sebagian besar jatuh ke pundak sekelompok kecil orang
yang berusaha secara formal, sumberdaya di hambur-hamburkan Negara dalan jumlah
yang sangat besar untuk menyelidiki penghindaran pajak, dan perekonomian secara
keseluruhan tidak berjalan seperti seharusnya.
Perusahaan
yang relative besar dan karena itu terpaksa melakukan kegiatannya secara formal
membayar pajak lebih besar daripada yang seharusnya jika tidak ada usaha
informal, karna bebab pajak seluruhnya bertumpu pada landasan pajak yang
sempit.
4. Tariff
pelayanan umum meningkat
Hal
yang sama terjadi pula di bidang pelayanan umum. Menurut perkiraan, hampir
separoh dari air bersih dan tenaga listrik di kota lima tidak diketahui kemana
perginya. Kebocoran saluran mungkin ada di sana sini, tetapi sebagian besar
dari kehilangan ini pasti karena ulah sector informal, karena orang di sector
itu banyak mencari air bersih dan aliran listrik. Sebagian besar sector
informal tidak mengeluarkan uang sepersenpun secara langsung untuk memperoleh
pelayanan umum ini. Ini menyebabkan tarif bagi orang yang mematuhi peraturan
menjadi tinggi.
5. Kemajuan
teknologi terbatas
Skala
usaha kegiatan informal cenderung kecil-kecilan interaksi antar perusahaan
dalam kegiatan produksi rendah, dan sector informal tidak mampu memanfaatkan
penemuan teknologi. Karena kegiatan-kegiatan yan membawa hal-hal baru
memberikan dampak positif pada masyarakat secara keseluruhan, maka
kerugian-kerugian yang timbul karena perusahaan informal tidak melakukan
pembaharuan tidak saj dipikul oleh perusahaan-perusahaan bersangkutan tetapi
jua oleh seluruh negeri yang seharusnya dapat meraih berbagai mamfaat dari
kemajuan teknologi.
6. Kesulitan-kesulitan
dalam menetapkan kebijaksanaan ekonomi Negara
Kebijaksanaan
ekonomi untuk masyarakat secara keseluruhan yang harus di ambil oleh pemerintah
menyebabkan misalnya, kebijaksanaan andalan atau kebijaksanaan moneter sebagian
besar didasarkan pada perkiraan mengenai kemampuan perekonomian untuk
berkembang. Karena kegiatan ekonomi banyak yang informal, sangatlah sulit untuk
memperoleh informasi yang dapat dipercaya mengenai perkembangan perekonomian
Negara, dan selain itu kenyataan ini menyebabkan banyak unsure spekulasi yang
masuk ke dalam keputusan-keputusan politik yang di ambil.
Mereka
yang bertanggung jawab menetapkan kebijaksanaan ekonomi Negara tahu mengenai
gejala in, tetapi karna kegiatan ekonomi informal demikian besar dan demikian
cepat berkembang, sulit bagi mereka untuk mencapai kata sepakat, dalam
memperkirakan angka pertumbuhan ekonomi, mana angka yang sedikit banyak
menggambarkan keadaan ekonomi yang sebenarnya, dan unsure ketidakpastian yang
melekat pada kegiatan ekonomi informal menyulitkan mereka dalam melaksanakan
tuas menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi bagi perusahaan secara
keseluruhan.[12]
G.
Sebab
munculnya sector informal
Sector informal di Negara-negara sedang berkembang
muncul dari tidak mampuan sector formal untuk menampung antrian panjang pencari
kerja (hart, 1973; mazumbar, 1975). Situasi ini muncul sebaai konsekuensi logis
dari kebijaksanaan industry yan merupakan bagian sistematis dari apa yang
disebut sebagai sector informal. Dari pandangan tersebut, seperti yang telah di
jelaskan di atas, itu berarti bahwa perkembangan industriliasasi kapitalis
modern akan menghilangkan aktifitas ekonomi informal.dari pandangan tersebut,
pertanyaan kita adalah apa yang menyebabkan informalitas pada Negara-negara
maju? Paling tidak menurut portes dan sassen (1987) dalam making it underground, ada tiga hipotesis yang sering diajukan oleh
beberapa ilmuwan untuk menjelaskan sebab dari informalitas di Negara-negara
maju.
Pertama,
munculnya ekonomi informal dihubungkan dengan pertumbuhan imigrasi. Di amerika
serikat komunitas imigran telah menyumbangkan kebutuhan tenaga kerja bagi
aktifitas ekonomi informal. telah memberikan tempat bagi pertumbuhannya, telah
memperlengkapinya dengan semangat kewiraswastaan untuk menggrakannya.
Kedua, informalitas
dan desentralisasi merupakan respon terhadap pertumbuhan kekuatan serikat
buruh. Oleh karena perusahaan yang berskala kecil tidak berhubungan dengan
pengaturan tersebut maka ia bebas dari hambatan yang berhubungan dengan serikat
buruh.
Ketiga,
informalisasi industry tertentu seperti konveksi merupakan hasil dari
kompetensi dengan Negara-negara dunia ke-tiga. Pertumbuhan perusahan-perusahaan
kecil yang mengerjakan perusahaan besarr melalui subkontraktor. Wanita
dipekerjakan sebagai buruh karena mereka relative tidak terorganisasi dan
merupakan sumber tenaga kerja yang murah. Hipotesis ini juga dianngap kurang
memuaskan karna ia gagal dalam
menjelaskan industry lain yang tidak mengalami informalisasi tetapi secara
relative juga mengalami kompetensi dengan Negara lain seperti sector jasa ddan
kontruksi.[13]
Keberadaan sektor informal tentu tidak dapat diabaikan.
Bahkan dalam masa sulit beberapa tahun ini sektor informal berfungsi sebagai
sarana pengaman. Munculnya sektor informal erat kaitannya dengan arus
urbanisasi. Keterbatasan kesempatan kerja di desa menimbulkan masalah tenaga
kerja di kota yaitu sebgai akibat arus tenaga kerja dari desa ke kota, baik
yang bersifat tetap maupun yang bersifat musiman.
Menurut Tadjuddin Noer Effendi dan
Chris Manning (1996) :
”Sektor
informasi ini muncul karena kurang siapnya daya dukung kota terhadap luberan
tenaga kerja dari desa, sehingga mengakibatkan jumlah yang menganggur dan yang
setengah menganggur akan meningkat. Pertambahan penduduk yang semakin pesat
menyebabkan pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan, perumahan,
transportasi maupun fasilitas-fasilitas lain yang memadai. Sehingga
permasalahan tersebut akan mendorong mereka untuk menerima pekerjaan apa adanya
walaupun dengan penghasilan yang tidak menentu yaitu disektor informal”.
Pada umumnya pekerja di sektor informal menganggap sektor
ini sebagai sektor transisi sampai adanya kesempatan untuk bekerja di sektor
formal. Karena untuk masuk sektor informal sangatlah mudah dan tidak ada persyaratan
ketat. Yang adanya kemauan, siapapun bisa terjun ke sektor informal (Adig
Suwandi, 1993).
Sektor informal
muncul karena timbulnya masalah kemiskinan perkotaan akibat tidak cukup
tersedianya lapangan kerja di perkotaan (M. Zein Nasution, 1987).
Todaro sebagaimana dikutip oleh Tadjuddin Noer Effendi
dan Chris Manning (1996) berpendapat bahwa:
”Kota-kota di dunia ketiga mengalami apa yang disebut
”Urbanisasi berlebih” (Over Urbanisation), suatu keadaan dimana
kota-kota tidak menyediakan fasilitas pelayanan pokok dan kesempatan kerja yang
memadai kepada sebagian penduduk. Keadaan ini terjadi karena adanya urban bias,
yakni kebijakan yang lebih mengutamakan pengembangan perkotaan sehingga
penduduk luar kota banyak yang terangsang untuk mencari nafkah ke kota,
sedangkan pemerintah kota sudah tidak mampu menambah fasilitas perkotaan”[14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sector
formal merupakan sector yang pekerjaan di dalamnya menuntut tingkat
keterampilan yang tinggi, yang biasanya hal ini sulit dipenuhi oleh para
pendatang dari daerah pedesaan. Hubungan ekonomi formal dan informal merupakan
salah satu kajian penting dalam study ekonomi informal. Hubungan tersebut dapat
dilihat dari dua perspektif yaitu pendekatan konflik dan pendekatan fungsional.
Pada pendekatan konflik melihat bahwa kehadiran sector informal diperlukan
untuk mendukung perkembangan sector formal. Dengan demikian, seperti istilah
yang sering dilontarkan adalah, sector informal mensubsidikan sector formal.
Kata subsidi tersebut merupakan penghalusan dari kata eksploitasi.
B.
Kritik
dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari
kelemahan-kelemahan yang kami miliki. Untuk itu kami selaku penulis makalah
memohon kritik dan saran untuk perbaikan makalah kami yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto, Sindung. 2011. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Ar-Ruzz
Media
Damsar. 2002. Sisiologi Ekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
De Soto Hernando. 1992. Masih Ada Jalan Lain. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia
http://skripsi-ilmiah.blogspot.com/2013/02/potret
http://firlyagustia.blogspot.com/2009/11/bab-5
http://winnylinova.blogspot.com/2010/02
http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03
[1] Drs. Sindung Haryanto, Sosiologi
Ekonomi, (Jakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), hal 229-233
[2]
Dr.
Damsar, Sosiologi Ekonomi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hal
142-145
[3]
http://cortanhugo.blogspot.com/2011/07
[4]
http://skripsi-ilmiah.blogspot.com/2013/02/potret
[5]
http://firlyagustia.blogspot.com/2009/11/bab-5
[6]
http://www.slideshare.net/imamwiryatutah
[7]
http://winnylinova.blogspot.com/2010/02
[8]
http://firlyagustia.blogspot.com/2009/11/bab-5
[10] Ibid,. hal 233-236
[11] Ibid,. hal. 148
[12] Hernando De Soto, Masih Ada Jalan
Lain, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hal 229-243
[13] Ibid,. hal. 149-150
[14]
http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar