Senin, 21 April 2014

Ekonomi Formal Dan Informal



MAKALAH
SOSIOLOGI EKONOMi
Tentang
Ekonomi Formal Dan Informal


IAIN
 





Disusun Oleh
Robi Candra 312.102
Dosen Pembimbing:
MUHAMMAD TAUFIK, M.Si
JURUSAN EKONOMI ISLAM (EKI A)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
2013 M / 1434 H

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat  Allah SWT, karna berkat rahmat beliaulah makalah ini dapat kami selesaikan. Salawat dan salam tertuju buat Rasullullah SAW, yang telah sukses mengembangkan agama islam dalam kehidupan manusia.
Terima kasih kepada dosen yang mengajar mata kuliah sosiologi ekonomi yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini yang membahas tantang ekonomi formal dan informal.
Makalah ini berasal dari tugas SOSIOLOGI EKONOMI dari jurusan ekonomi islam di Fakultas Syari’ah, IAIN Imam Bonjol Padang. Dengan tujuan dapat menjadi pedoman bagi mahasiswa dalam menjalankan diskusi.
Sesuai dengan materi yang akan kami diskusikan yaitu” ekonomi formal dan informal ” maka kami mencoba mengeluarkan makalah kami yang mungkin keberadaannya kurang sempurna. Maka kami selaku mahasiswa yang masih dalam proses pencarian ilmu, mengharapkan masukan dan saran kepada dosen yang bersangkutan. Karna kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami sangat jauh dari kesempurnaan dalam segala hal. Untuk itu kepada para pembaca kami juga sangat mengharapkan saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah kami ini.



Padang, 07 maret 2013

Penulis
Kelompok X


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Pada pembahasan ini dikemukakan mengapa sesuatu yang penulis menulis atau membicarakan sesuatu yang  dianggap sabagai suatu permasalahan. Contoh nya saja kita membicarakan tentang “ EKONOMI FORMAL DAN INFORMAL ” kita tahu bahwa pembentukan ekonomi formal dan informal merupakan suatu sikap manusia di mana seseorang dapat mengetahuinya. ini berperan penting dalam system sosiologi dan ekonomi. Tetapi sebagian dari kita jarang menggunakan pengalamannya untuk menentukan perekonomian di Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian ekonomi formal dan informal?
2.      Pengertian dualisme ekonomi?
3.      Hubungan ekonomi formal dan informal?
4.      Apa-apa saja akibat ekonomi formal dan informal?
5.      Apa saja penyebab munculnya ekonomi informal?
6.      Apa- apa saja yang termasuk dalam ekonomi formal dan informal?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulis membuat makalah yang membahas tentang ekonomi formal dan informal dengan memberikan pengertian/ penjelasan ini adalah supaya pembaca tahu bagaimana proses pembentukan ekonomi formal dan informal tersebut menurut sosiologi ekonomi.






DAFTAR ISI

KataPengantar………………………………………………………………………………
Daftar Isi……………………………………………………………………………………
BAB I  : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah……………………………………………………………..
B.     Rumusan Masalah…………….……………………………………………………...
C.     Tujuan Penelitian….…………………………………………………………….........
BAB II  : PEMBAHASAN
1.      Pengertian ekonomi formal dan informal……………………………………….
2.      Pengertian dualisme ekonomi?
3.      Hubungan ekonomi formal dan informal………………………………………….
4.      Apa-apa saja akibat ekonomi formal dan informal………………………………..
5.      Apa saja penyebab munculnya ekonomi informal………………………………...
6.      Apa- apa saja yang termasuk dalam ekonomi formal dan informal……………….     
BAB III :PENUTUP                             
A.    Kesimpulan…………………………………………………………………………….
B.     Kritik Dan Saran……………………………………………………………………….
Daftar Pustaka



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ekonomi Formal Dan Informal
Istilah sector informal itu pertama kali diperkenalkan oleh Keith Hart melalui penelitiannya di Ghana, Afrika. Istilah ini kemudian diterapkan dan dilakukan penelitian secara mendalam sejumlah kota di Negara-negara sedang berkembang termasuk Jakarta 1972. Lewat tulisan yang berjudul Informal Income Oppurnuties and Urban Inflyment In Ghana, ia membagi pekerjaan berdasarkan sektoralnya, yaitu pekerjaan formal dan informal. Sector formal merupakan sector yang pekerjaan di dalamnya menuntut tingkat keterampilan yang tinggi, yang biasanya hal ini sulit dipenuhi oleh para pendatang dari daerah pedesaan.
Eksistensi jenis aktifitas ekonomi ini diketahui oleh para peneliti social pada akhir abad 19, dan term sector informal masuk dalam pembendaharaan ilmu social pada decade 1960-an. Terkadang istialah ini dikenal sebagai black economy, shadow economy, ataupun cash economy.
Istilah black economy sering  menunjuk pada ekonomi nonpasar yang berkonotasi negative, yaitu segala bentuk aktifitas ekonomi illegal yang melanggar undang-undang, seperti makelar tiket kereta api atau bentuk-bentuk perdaangan gelap (black market). Istilah lain yang seting dipakai untuk menunjuk sector informal ini antara lain shadow economy, underground economy, undercover economy dan hidden economy. Istialah shadow economy atau economy baying-bayang menunjuk pada fenomena sector informal yang tidak mengikuti aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah. Keberadaan sering dipandang “ antara ada dan tiada ‘’, dalam system administrasi pemerintah, jelas keberadaan sector ini tidak tercatat, tetapi realitasnya justru sector inilah yang berfungsi sebagai penumpang ketika ekonomi sedang menunjuk titik nadir. Produksi dan jasa yang dihasilkan hanya mampu memenuhi kebutuhan prilaku sector informal dalam batas yang minimal. Artinya, hamper tidak ada kelebihan keuntungan yang dapat diakumulasi sebagai pembentukan modal baru.

Di Indonesia, menurut Hidayat (1987), sudah ada kesepakatan tentang sebelas cirri pokok sector informal, yaitu :
1.      Kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sector formal.
2.      Pada umumnya, unit usaha tidak mempunyai unit usaha.
3.      Pola kegiatan usaha tidak teratur, baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.
4.      Pada umumnya, kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi tidak sampai ke pedagang kaki lima.
5.      Unit usaha mudah keluar masuk dari satu sub-sektor ke lain sub-sektor.
6.      Teknologi yang digunakan bersifat primatif.
7.      Modal dan perputaran usaha relative kecil sehingga skala operasi juga relative kecil.
8.      Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikan yang diperoleh pengalaman sambil kerja.
9.      Pada umumnya, unit usaha termasuk golongan one-man enterprise dan kalau memperkerjakan buruh berasal dari keluarga.
10.  Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau lembaga keuangan yang tidak sah.
11.  Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan manyarakat desa kota berpenghasilan rendah kadang-kadang juga berpenghasilan menengah.
Perbedaan Karakteristik Sector Informal dan Sector Formal
Karakteristik
Informal
Formal
Modal
Sukar diperoleh
Relative mudah diperoleh
Teknologi
Padat karya
Padat modal
Organisasai
Menyerupai organisasi keluarga
Birokrasi
Permodalan
Dari lembaga keuangan tidak resmi
Dari lembaga keuangan resmi
Serikat buruh bantuan Negara
Tidak berperan tidak ad
Sangat berperan
Hubungan dengan desa
Saling menguntungkan
one-way-traffic” untuk kepentingan sector formal
Sifat wiraswasta
Berdikari
Sangat tergantung pada perlindungan pemerintah atau impor
Persediaan baran
Jumlah kecil, kualitas rendah
Jumlah besar, kualitas baik
Hubungan kerja dengan majikan
Berdasarkan asas saling percaya
Berdasarkan kontrak kerja[1]
            Ekonomi informal menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu yang dicirikan dengan :
a.       Mudah memasukinya dalam arti keahlian, modal dan organisasi
b.      Perusahaan milik Negara
c.       Beroperasi pada skala kecil
d.      Intensif tenaga kerja dalam produksidan menggunakan teknologi sederhana
e.       Pasar yang tidak teratur dan kompetitif
Karakteristik negative dan sector informal tersebut telah banyak mendapat tantangan dari berbagai ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang ini. Menurut Hernando De Soto dalam the other path informalitas merupakan respon masyarakat terhadap Negara merkantalis yang kaku. Oleh karena itu, tidak seperti gambaran ILO yang melihatnya sebagai mekanisme kelangsungan hidup dalam merespon ketidakcukupan lapangan pekerjaan modern, melainkan sebagai serbuan kekuatan pasar nyata dalam suatu ekonomi yang dikekang oleh regulasi (pengaturan) Negara.
Produksi subsistensi terdapat pada semua masyarakat dengan tingkat dan derajat yang berbeda. Semakin berkembang industrilisasi semakin sedikit jenis aktifitas dan jumlah waktu yang dikeluarkan rumah tangga yang melakukan produksi subsistensi.
a.      Sector Informal
Kegiatan ekonomi terdapat bagian yang telah dimasuki oleh aktifitas sector informal mulai dari produksi makanan sampai produksi obat-obatan, mulai dari jasa hiburan sampai kepada jasa keamanan, mulai dari pedagang loak sampai kepada pedagang emas, mulai dari tukang semer sepatu sampai kepada pembuat sepatu, dan seterusnya. Menjamurnya aktifitas ekonomi sector informal tersebut dipandang sebagai suatu kegiatan yang mudah untuk masuk ke dalamnya.
b.      Sector Informal Bayangan
Sector ini pada dasarnya merupakan sector formal,tetapi untuk peningkatan fleksibilitas managerial dan pengurangan biaya tenaga kerja mereka melakukan subkontraktor kepada wiraswasta informal atau penggajian yang dicatat dalam pembukuan yang tidak resmi sehinga aktifitas mereka sebenarnya-seperti jumlah produk yang dihasilkan dan karyawan yang dipekerjakan-tidak terjangkau oleh tangan aparat pajak atau tidak terekam dalam data statistic pemerintah.[2]
c.       Sektor Usaha Formal Dalam Perekonomian Indonesia
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Sebagai  realisasi dari pasal 33  ayat 2  dan 3 UUD 1945 maka didirikanlah Badan  Usaha  Milik  Negara  (BUMN).  BUMN  adalah  bada  usaha  yang modalnya sebagian besar/seluruhnya milik pemerintah/negara. Badan usaha milik  pemerintah  pusat  disebut  BUMN,sedangkan  badan  usaha  yang modalnya  milik  pemerintah  daerah  disebut  BUMD(Badan  Usaha  Milik
Daerah).BUMN dan BUMD didirikan utuk melayani kepentingan umum dan mencari keuntungan dalam ranka mengisi kas negara.Berdasarkan  UU  RI  No  9  tahun  1969  perusahaan  negara  digolongkan menjadi 3 jenis yaitu :
a.       Perusahaan Jawatan (PERJAN)
Merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang jasa. Tujuanya untuk melayani  kepentingan  umum/masyarakat  luas  (PUBLIC SERVICE). Merupakan  bagian  dari  suatu  departemen  pemerintah  yang  di  pimpin  oleh seorang kepala yang bersesatus pegawai negeri sipil.
Ciri-ciri PERJAN:
1.      Bertujuan untuk melayani masyarakat
2.      Pimpinan dan karyawan bersetatus sipil
3.      Merupakan bagian dari departemen pemerintah
4.      Memperoleh fasilitas Negara
5.      Dipimpin oleh  seorang  kepala  yang  bertanggung  jawab  langsung kepada atasannya dalam hal  ini kepala menteri/dirjen departem yang bersangkutan
Contoh PERJAN:
Perusahaan jawatan kereta api dan jawatan penggadaianSejak  tahun  1991,  perusahaan  berubah  status  menjadi  perusahaan  umum, PJKA  menjadi  perumka  dan  perusahaan  jawatan  penggadaian  berubah menjadi perum penggadaian.
b.       Perusahaan umum (PERUM)
Perum  merupakan  perusahaan  milik  negara  yang  tujuannya  disamping melayani kepentingan umum juga diperbolehkan mencaei keuntungan.
Ciri-ciri PERUM:
 Bertujuan:
1.      melayani  kepentingan  umum,  tapi  diperbolehkan  untuk mencari laba dengan prinsip kerja efisien dan efekifitas
2.      Bersetatus badan hukum yang diatur berdasarkan UU
3.      Bergerak di bidang usaha yang vital
4.      Berada di bawah pimpinan dewan direksi
5.      Pimpinan dan karyawan bersetatus pegawai negeri
6.      Mempuya nama dan kekayaan sendiri yang di pisahkan dari kekayaan Negara
7.      Laporan Diatur secara perdata tahunan  perusahaan  yang  terdiri  dari  laporan  rugi/laba, neraca dan laporan perubahan modal disampaikan oleh pemerintah
Contoh PERUM:
1.      Perusahaan umum kereta api
2.       PERUM Dinas angkutan motor republik Indonesia
3.      PERUM Pengadilan
4.      PERUM Perumahan umum Nasional

c.        Perusahaan Perseroan (PERSERO)
Perusahaan  perseroan  merupakan  perusahaan  Negara  yang  biasanya berbentuk  PT  (Perseroan  Terbatas).  Bertujuan  untuk mencari laba/keuntungan.         
Ciri-ciri PT:
1.      Tujuannya lebih besar (dominan) untuk mencari laba
2.       Biasanya berbentuk PT
3.       SebagianØ  besar  seluruh  modalnya  milik  pemerintah  dalam  bentuk              saham-saham, tapi memungkinkan  kerja  sama  pemilikan modal dengan pihak lain
4.       Pemerintah sebagai pemegang saham terbesar (minimal 51%)
5.       Tidak dapat fasilitas negara secara khusus
6.       Dipimpin dewan direksi
7.       Pimpinan dan karyawan bersetatus sebagai pegawai swasta
Contoh perusahaan yang berbentuk PT:
1.       PT Pos Indonesia
2.       PT Pelni
3.      PT Perkebunan
4.       PT GIA (Garuda Indonesia Airways)
5.       PT PLN (Perusahaan Listrik Negara)
6.       PT BTN (Bank Tabungan Negara)
d.      Sektor Usaha Informal Dalam Perekonomian Indonesia
Dalam kehidupan perekonomian di Indonesia, terdapat usaha-usaha informal, yaitu  bidang  usaha  dengan  modal  kecil,  alat  produksi  yang  terbatas,dan tanpa  bentuk  badan  hukum. 
Ciri-ciri  usaha  informal  antara  lain  sebagai berikut:  
1.      Aktivitasnya tidak terorganisir secara baik karena timbulnya tidak melalui perencanaan yang matang
2.       Pada umumya tidak memiliki izin resmi dari pemerintah
3.      Pola  kegiatannya  tidak  teratur  atau  tidak  tetap,  baik  tempat  maupun waktu/jam kerja.
4.      Modal dan peralatan serta perputaran usahanya relatif kecil.
             Pelaku usaha informal diantaranya yaitu:           
a.        Pedagang kaki lima
Pedagang kaki lima yaitu pedagang yang menjajakan barang dagangannya di tempat-tempat yang strategis, seperti di pinggir jalan, di perempatan jalan, di bawah  pohon  yang  rindang,  dan  lain-lain.  Barang  yang  dijual  biasanya makanan,  minuman,  pakaian,  dan  barang-barang  kebutuhan  sehari-hari lainnya. Tempat  panjualan  pedagang  kaki  lima  relative  permanent  yaitu berupa kios-kios kecil atau gerobak dorong, atau yang lainnya.
Contoh  pedagang  kaki  lima  yang  berjualan dipinggir jalan.
b.       Pedagang  Keliling
 pedagang  yang  menjual  barang  dagangannya secara  keliling,  keluar-masuk  kampong  dengan  jalan  kaki/naik sepeda/sepeda  motor.  Barang  yang  dijual  kebanyakan  barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti minyak goreng, sabun, perabot rumah  tangga, buku dan alat tulis, dan lain-lain.
c.       Pedagang  Asongan
 pedagang  yang  menjual  barang  dagangan barang-barang yang  ringan  dan mudah  dibawa  seperti  air mineral, koran,  rokok,  permen,  tisu,  dan  lain-lain.  Tempat  penjualan  pedagang asongan  adalah  di  terminal,  stasiun,  bus,  kereta api,  di  lampu  lalu  lintas (traffic light), dan di tempat-tempat strategis lainnya.
Contoh seorang pedagang asongan.
Pedagang Musiman,  yaitu  pedagang  yang menjual  barang  dagangannya secara musiman. Barang yang di jual sesuai dengan musimnya, seperti buah buahan,  kartu  lebaran,  dan  kartu  natal.Tempat  penjualan  di  tempat-tempat strategis  atau  di  tempat-tempat  tertentu,  seperti  objek  wisata,  panggung hiburan, dan lain-lainSeorang pedagang ketupat yang merupakan contoh pedagang musiman dan hanya berjualan pada saat menjelang lebaran.[3]



e.       Potret ekonomi  informal di indonesia
lapangan kerja yang memadai, menjadikan masyarakat yang tidak mendapatkan tempat pada sektor formal akan beralih ke sektor informal yang tidak menuntut banyak keahlian dan pendidikan yang memadai.
Beberapa jenis pekerjaan yang termasuk di dalam sektor informal, salah satunya adalah pedagang kaki lima, seperti warung nasi, penjual rokok, penjual kran dan majalah, penjual makanan kecil dan minuman, dan lain-lainnya. Keberadaan pedagang asongan dianggap penting di beberapa tempat. Keberadaannya sering dinilai mengganggu ketertiban umum, seringkali ada upaya untuk menggeser keberadaan pelaku sektor informal seperti operasi penertiban dan penetapan aturan yang melarang eksistensi pedagang asongan.
Pedagang asongan menjadi stimulan muncul dan berkembangnya usaha-usaha mikro dengan menjadi penyedia barang-barang dagangan yang dijajakan pedagang asongan. Peluang ini dimanfaatkan oleh kalangan industri menengah. Produsen minuman, koran atau rokok, misalnya, mulai banyak yang memanfaatkan pedagang asongan sebagai tenaga pemasar yang dapat secara langsung menyentuh konsumen.
Saat ini sektor informal berkembang pesat di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Hal itu disebabkan sektor informal memberi ruang kepada masyarakat yang tidak memiliki skill dalam sektor ekonomi formal. Pedagang asongan tidak hanya ditemukan di pinggir-pinggir jalan, jembatan, terminal bis, angkutan umum, bis kota, kereta, kampus, instasi pemerintah dan swasta dengan beragam bentuk. Di satu sisi kegiatan ekonomi dan sosial penduduk yang dibarengi dengan kebutuhan yang tinggi semakin memerlukan ruang untuk meningkatkan kegiatan penduduk sehingga menyebabkan semakin bertambahnya ruang untuk mendukung kegiatan sektor informal.[4]

B.     Pegertian dualisme
Dualisme artinya bahwa dalam waktu yang sama di dalam masyarakat terdapat dua gaya social yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing – masing berkembang secara penuh serta saling mempengaruhi. Dalam dualisme masyarakat, salah satu system social yang menonjol biasanya termaju, diimpor dari luar negri dan hidup dalam lingkungan baru tanpa berhaasil menyisihkan atau menyerap system social lain yang telah lama tumbuh disitu. Akibatnya, dari system kedua ini tdak ada yang meluas, dan malah keduanya menjadi ciri khas masyarakat yang bersangkutan.
1.       Dualisme ekonomi yaitu kegiatan ekonomi dan keadaan ekonomi serta keadaan yang lain dalam masa tertentu, atau dalam suatu sector ekonomi tertentu ysng memiliki sifat tidak seragam.
2.       Dualisme ekonomi ini dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu ekonomi tradisional dan ekonomi modern.
3.       Kelompok ekonomi tradisional berarti kegiatan ataupun keadaan ekonomi yang ada masih dikuasai oleh unsur ketradisionalan.
4.      Kelompok ekonomi modern, berarti berbagai kegiatan dan keadaan ekonomi yang sedang berlangsung dikuasai oleh unsur – unsur yang bersifat modern.[5]        
a.      Pengertian dualisme ekonomi
Ekonomi dualistik atau lengkapnya sistem ekonomi dualistik adalah suatu masyarakat yang mengalami 2 macam sistem ekonomi yang saling berbeda dan berdampingan sama kuatnya dimana sistem ekonomi yang satu adalah sistem ekonomi yang masih bersifat pra- kapitalistik yang dianut oleh penduduk asli dan sistem ekonomi yang diimpor dari Barat yang telah bersifat kapitalistik atau mungkin telah dalam bentuk sosialisme atau komunisme.[6]
b.      Sejarah Ekonomi Dualistik di Indonesia
Penjajahan yang terjadi di Indonesia merupakan awal dari sejarah terbentuknya ekonomi dualistik di Indonesia. Penjajahan yang membawa pola dan sistem perekonomian kapitalis membawa pengaruh yang nyata dengan berkembangnya perekonomian akan tetapi ini hanya terpusat pada daerah-daerah yang mereka jajahi sehingga munculah ketidak merataan dibeberapa daerah. Apabila tidak terjadi kedatangan orang-orang barat ke Indonesia mungkin sistem pra-kapitalisme Indonesia dan dunia timur lainnya suatu waktu akan berkembang menuju sistem kapitalisme secara bersamaan dan merata.[7]
C.    Faktor-faktor penyebab dualisme
Ada empat factor yang melatar belakangi atau menjadi sebab lahirnya dualisme ekonomi, yaitu :
1.      Adanya kebijakan yang memiliki dua dimensi, yaitu kebijakan untuk mempertahankan agar surplus sector pertanian tetap berada di dalam negri daripada dibawa ke luar negri seperti masa penjajahan.kebijakan untuk mengalihkan surplus sector pertanian ini ke sector industry, dan ekspor seperti semula.
2.      Adanya pengaruj dari pola perumbuhan ekonomi terutama yang terjadi di Negara – Negara asia.
3.       Hal yang menyangkut ratio antara manusia dan tanah.
4.      Lemahnya perekonomian nasonal.[8]
D.    Dualisma Ekonomi Di Indonesia
Perkembangan ekonomi yang terjadi saat Belanda menduduki Indonesia ternyata memakai model-model yang berbeda. Baik pada masa VOC ataupun kolonial. Sistem yang diterapkan pada dasarnya berusaha memakai model konsep ekonomi barat. Apabila sepenuhnya sistem dari barat diterapkan pada perekonomian saat itu ternyata tidak relevan. Masyarakat pribumi pada umunya masih memakai konsep ekonomi tradisional. Sistem ekonomi barat dapat merusak struktur sosial yang sudah ada.
Kapitalisme dalam ekonomi merupakan sebuah model yang lebih maju ketimbang sistem ekonomi tradisional. Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang dinamis, sedang ekonomi tradisional cenderung statis. Kapitalisme memakai modal-modal yang dimiliki oleh swasta. Sedangkan ekonomi tradisional masih mementingkan asas kekeluargaan atau kebersamaan. Masing-masing, baik ekonomi kapitalisme dan tradisional tidak dapat berkembang bersama. Mereka berdiri sendiri-sendiri saat proses perekonomian berjalan. Model perekonomian yang seperti itu dikenal sebagai ekonomi dualistis. Dan dalam sistem tradisional, relasi yang digunakan dengan prinsip sosial dan cultural.
Ekonomi dualistik yang diterapkan oleh pemerintah kolonial pada dasarnya untuk menekan agar masyarakat pribumi terus bertahan dengan ekonomi tradisionalnya. Pemerintahan Kolonial bekerjasama dengan swasta asing. Dan disini para swasta punya modal yang cukup untuk menyogok pemerintah agar tanah milik para petani dapat dipakai demi lahan perkebunan. Pengusaha swasta asing kebanyakan para orang Cina, Timur Asing dan bangsa Eropa. Namun ternyata bukan mereka saja, para raja Jawa juga ikut menjadi pemodal. Investasi yang mereka tanamkan pada perkebunan membawa dampak yang besar bagi pemerintah kolonial. Kondisi seperti itu mengakibatkan lahan pertanian menjadi semakin berkurang. Namun adaptasi dari pribumi lokal dengan sistem tadi secara perlahan-lahan. Sistem ekonomi tradisional susah untuk menyatu dengan sistem ekonomi kapitalis. Sistem kapitalis membawa dampak yang besar karena menghasilkan keuntungan yang menggiurkan bagi pihak-pihak lokal ataupun asing.[9]
E.     Hubungan Ekonomi Informal Dan Ekonomi Formal
Sector informal sering dilihat sebagai refleksi pertumbuhan kesempatan kerja di Negara berkembang yang tidak mampu di tamping oleh sektof formal. Motif ekonomi yang mendorong para pekerja masuk ke sector ini terutama hanya sekedar mencari kesempatan kerja dan pendapatan dari pada memperoleh keuntungan. Jadi, sangat berbeda dengan konsepsi para ahli mengenai wiraswastawan (entrepreneur). Namun demikian, sejak kemunculannya, konsep sector informal mengundang perdebatan dari berbagai kalangan. Pada decade 1980an, muncul paradigm baru dalam sector ini. Jika sebelumnya paradigm yang berkembang melihat sector informal sebagai sector yang harus diterangi, karena merusak keberhasilan, ketertiban dan keamanan kota, pada decade ini paradigm tersebut mulai bergeser. Sector informal dalam pandangan ini harus diubah menjdi sector formal.
Paradigma lama tentang sector informal dilandasi suatu pemikiran bahwa kemajuan perekonomian sebuah Negara ditandangi dengan meningkatnya tenaga kerja yang termasuk dalam sector formal. Perekonomian dalam suatu Negara di nilai mengalami kemajuan jika terjadi transpormasi ke arah penurunan pekerja kasar (blue collar) yang mempersentasikan pekerja sector informal. Maka indikasi kemajuan tersebut terefleksikan dari peningkatan pendidikan dan pendapatan masyarakat. Pekerja-pekerja kerah biru merupakan pekerja yang lebih banyak mengandalkan kekuatan fisik, menggunakan teknologi yang terbatas, serta berupa rendah, seperti pertanian, perdagangan kecil, kehutanan, perburuhan, perikanan, tenaga produksi, buruh dibidang transportasi dan pekerja kasar lainnya. Sementara itu, pekerja kerah putih (white collar ) merupakan pekerja yang lebih banyak menggunakan otak dan keterampilan.
Berdasarkan study sector informal yang dilakukan oleh bromley di Cali, Colombia, menunjukan bahwa dalam sector informal terdapat beberapa segi yang patut diperhatikan, yaitu kegiatan ini bukanlah suatu kegiatan yang terpisah sama sekali dalam sector formal,bahkan lebih dari itu, sector ini memperoleh pengakuan kegiatannya justru dari sector formal- informal merupakan karakteristik kegiatan ekonomi Negara-negara yang sedang berkembang tempat sector informal mendominasikan hamper seluruh kegiatan bidang jasa.
Dalam konteks Indonesia, hubungan sector formal-informal dapat diamati secara riil di sekitar gedung-gedung perkantoran elite. Banyak karyawan sector formal yang mengkonsumsi barang dan jasa sector informal. Keberadaan “wartek” (warung tegal) yang menjajakan makanan murah meriah seolah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan gedung perkantoran. Sector informal oleh sebagian ahli sering di sebut “sector penyelamat” di sebabkan oleh elastisitas sector ini dapat menyerap lonjakan tenaga kerja. Beberapa kota di dunia tumbuh menjadi satu “kota” yang sangat besar. Proses kunurbasi ini di beberapa literature serin disebut sebagai metropolitan extended metropolitan ataupun megalopis. Sector formal kota tetap tidak mampu menyerapnya, oleh karena itu sector informal yang menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Sector ini tumbuh meskipun nilai tambah yang diciptaknnya mungkin tidak sebesar nilai tambah sector formal.[10]
Hubungan ekonomi formal dan informal merupakan salah satu kajian penting dalam study ekonomi informal. Hubungan tersebut dapat dilihat dari dua perspektif yaitu pendekatan konflik dan pendekatan fungsional. Pada pendekatan konflik melihat bahwa kehadiran sector informal diperlukan untuk mendukung perkembangan sector formal. Dengan demikian, seperti istilah yang sering dilontarkan adalah, sector informal mensubsidikan sector formal. Kata subsidi tersebut merupakan penghalusan dari kata eksploitasi.
Sedangkan pendekatan fungsional melihat hubungan tersebut sebagai sesuatu yang saling menguntungkan antara sector formal dan informal. Istilah mereka adalah di mana ada gula di sana ada semut. Di mana ada pembangunan gedung kesitu berdatangan semut-semut sector informal.[11]
F.      Sektor Formal Dan Informal dan Akibat-Akibatnya Pada Perekonomian
1.      Produktifitas menurun
Kegiatan-kegiatan yang menghasilkan nilai tambah sulit berkembang jika peraturan pemerintah menghambat orang untuk menghimpun sumber daya, bila pajak dan tariff menyebabkan harga bahan baku dan harga bahan barang tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, bila pengendalian harga memperlemah rangsangan untuk kegiatan memproduksi.
Kadang-kadang pengusaha informal dapat menggunakan sumber daya mereka secara lebih efisien di bandingkan dengan pengusaha formal. Produktifitas perusahaan informal turun makin rendah lagi karena pengusaha informal umumnya lebih padat karya dan kurang menggunakan mesin. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ILD. Produktifitas perusahaan informal hanya sepertiga dari produktifitas dari perusahaan formal. Hal ini menghasilkan pola penggunaan sumber daya Negara yang tidak tepat dan tidak efisien, karena produktifitas yang optimum dapat tercapai hanya bila ada panduan yang terbaik antara tenaga kerja dan modal barang.
2.      Penanaman modal menurun
Ada dua hal pada kegiatan informal yang mengakibatkan penanaman modal pada keseluruhan menurun. Pertama, pengusaha informal lebih banyak menggunakan teknologi padat karya, dengan akibat penanaman modal pada umumnya menurun, karena kegiatan usaha sebagai lembaga ekonomi cenderung bergerak kea rah sector informal. Kedua, mengingat kesulitan-kesulitan yang dihadapi pengusaha informal untuk menjamin agar kontrak tidak di langgar, dan bunga yang tinggi yang harus mereka bayar jika mereka meminjam uang kepada penyedia modal uang untuk usahanya, maka tidak akan banyak penanaman modal jua turun akibat tinginya biaya-biaya yang harus dipikul pengusaha bila ia berusaha secara informal.
3.      System pajak tidak efisien
Bila pajak ditarik, bebannya sebagian besar jatuh ke pundak sekelompok kecil orang yang berusaha secara formal, sumberdaya di hambur-hamburkan Negara dalan jumlah yang sangat besar untuk menyelidiki penghindaran pajak, dan perekonomian secara keseluruhan tidak berjalan seperti seharusnya. 
Perusahaan yang relative besar dan karena itu terpaksa melakukan kegiatannya secara formal membayar pajak lebih besar daripada yang seharusnya jika tidak ada usaha informal, karna bebab pajak seluruhnya bertumpu pada landasan pajak yang sempit.
4.      Tariff pelayanan umum meningkat
Hal yang sama terjadi pula di bidang pelayanan umum. Menurut perkiraan, hampir separoh dari air bersih dan tenaga listrik di kota lima tidak diketahui kemana perginya. Kebocoran saluran mungkin ada di sana sini, tetapi sebagian besar dari kehilangan ini pasti karena ulah sector informal, karena orang di sector itu banyak mencari air bersih dan aliran listrik. Sebagian besar sector informal tidak mengeluarkan uang sepersenpun secara langsung untuk memperoleh pelayanan umum ini. Ini menyebabkan tarif bagi orang yang mematuhi peraturan menjadi tinggi.
5.      Kemajuan teknologi terbatas
Skala usaha kegiatan informal cenderung kecil-kecilan interaksi antar perusahaan dalam kegiatan produksi rendah, dan sector informal tidak mampu memanfaatkan penemuan teknologi. Karena kegiatan-kegiatan yan membawa hal-hal baru memberikan dampak positif pada masyarakat secara keseluruhan, maka kerugian-kerugian yang timbul karena perusahaan informal tidak melakukan pembaharuan tidak saj dipikul oleh perusahaan-perusahaan bersangkutan tetapi jua oleh seluruh negeri yang seharusnya dapat meraih berbagai mamfaat dari kemajuan teknologi.
6.      Kesulitan-kesulitan dalam menetapkan kebijaksanaan ekonomi Negara
Kebijaksanaan ekonomi untuk masyarakat secara keseluruhan yang harus di ambil oleh pemerintah menyebabkan misalnya, kebijaksanaan andalan atau kebijaksanaan moneter sebagian besar didasarkan pada perkiraan mengenai kemampuan perekonomian untuk berkembang. Karena kegiatan ekonomi banyak yang informal, sangatlah sulit untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya mengenai perkembangan perekonomian Negara, dan selain itu kenyataan ini menyebabkan banyak unsure spekulasi yang masuk ke dalam keputusan-keputusan politik yang di ambil.
Mereka yang bertanggung jawab menetapkan kebijaksanaan ekonomi Negara tahu mengenai gejala in, tetapi karna kegiatan ekonomi informal demikian besar dan demikian cepat berkembang, sulit bagi mereka untuk mencapai kata sepakat, dalam memperkirakan angka pertumbuhan ekonomi, mana angka yang sedikit banyak menggambarkan keadaan ekonomi yang sebenarnya, dan unsure ketidakpastian yang melekat pada kegiatan ekonomi informal menyulitkan mereka dalam melaksanakan tuas menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi bagi perusahaan secara keseluruhan.[12]
G.    Sebab munculnya sector informal
Sector informal di Negara-negara sedang berkembang muncul dari tidak mampuan sector formal untuk menampung antrian panjang pencari kerja (hart, 1973; mazumbar, 1975). Situasi ini muncul sebaai konsekuensi logis dari kebijaksanaan industry yan merupakan bagian sistematis dari apa yang disebut sebagai sector informal. Dari pandangan tersebut, seperti yang telah di jelaskan di atas, itu berarti bahwa perkembangan industriliasasi kapitalis modern akan menghilangkan aktifitas ekonomi informal.dari pandangan tersebut, pertanyaan kita adalah apa yang menyebabkan informalitas pada Negara-negara maju? Paling tidak menurut portes dan sassen (1987) dalam making it underground, ada tiga hipotesis yang sering diajukan oleh beberapa ilmuwan untuk menjelaskan sebab dari informalitas di Negara-negara maju.
Pertama, munculnya ekonomi informal dihubungkan dengan pertumbuhan imigrasi. Di amerika serikat komunitas imigran telah menyumbangkan kebutuhan tenaga kerja bagi aktifitas ekonomi informal. telah memberikan tempat bagi pertumbuhannya, telah memperlengkapinya dengan semangat kewiraswastaan untuk menggrakannya.
Kedua, informalitas dan desentralisasi merupakan respon terhadap pertumbuhan kekuatan serikat buruh. Oleh karena perusahaan yang berskala kecil tidak berhubungan dengan pengaturan tersebut maka ia bebas dari hambatan yang berhubungan dengan serikat buruh.
Ketiga, informalisasi industry tertentu seperti konveksi merupakan hasil dari kompetensi dengan Negara-negara dunia ke-tiga. Pertumbuhan perusahan-perusahaan kecil yang mengerjakan perusahaan besarr melalui subkontraktor. Wanita dipekerjakan sebagai buruh karena mereka relative tidak terorganisasi dan merupakan sumber tenaga kerja yang murah. Hipotesis ini juga dianngap kurang memuaskan  karna ia gagal dalam menjelaskan industry lain yang tidak mengalami informalisasi tetapi secara relative juga mengalami kompetensi dengan Negara lain seperti sector jasa ddan kontruksi.[13]
Keberadaan sektor informal tentu tidak dapat diabaikan. Bahkan dalam masa sulit beberapa tahun ini sektor informal berfungsi sebagai sarana pengaman. Munculnya sektor informal erat kaitannya dengan arus urbanisasi. Keterbatasan kesempatan kerja di desa menimbulkan masalah tenaga kerja di kota yaitu sebgai akibat arus tenaga kerja dari desa ke kota, baik yang bersifat tetap maupun yang bersifat musiman.
Menurut Tadjuddin Noer Effendi dan Chris Manning (1996) :
                           ”Sektor informasi ini muncul karena kurang siapnya daya dukung kota terhadap luberan tenaga kerja dari desa, sehingga mengakibatkan jumlah yang menganggur dan yang setengah menganggur akan meningkat. Pertambahan penduduk yang semakin pesat menyebabkan pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan, perumahan, transportasi maupun fasilitas-fasilitas lain yang memadai. Sehingga permasalahan tersebut akan mendorong mereka untuk menerima pekerjaan apa adanya walaupun dengan penghasilan yang tidak menentu yaitu disektor informal”.
Pada umumnya pekerja di sektor informal menganggap sektor ini sebagai sektor transisi sampai adanya kesempatan untuk bekerja di sektor formal. Karena untuk masuk sektor informal sangatlah mudah dan tidak ada persyaratan ketat. Yang adanya kemauan, siapapun bisa terjun ke sektor informal (Adig Suwandi, 1993). Sektor informal muncul karena timbulnya masalah kemiskinan perkotaan akibat tidak cukup tersedianya lapangan kerja di perkotaan (M. Zein Nasution, 1987).
Todaro sebagaimana dikutip oleh Tadjuddin Noer Effendi dan Chris Manning (1996) berpendapat bahwa:
”Kota-kota di dunia ketiga mengalami apa yang disebut ”Urbanisasi berlebih” (Over Urbanisation), suatu keadaan dimana kota-kota tidak menyediakan fasilitas pelayanan pokok dan kesempatan kerja yang memadai kepada sebagian penduduk. Keadaan ini terjadi karena adanya urban bias, yakni kebijakan yang lebih mengutamakan pengembangan perkotaan sehingga penduduk luar kota banyak yang terangsang untuk mencari nafkah ke kota, sedangkan pemerintah kota sudah tidak mampu menambah fasilitas perkotaan”[14]






  


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sector formal merupakan sector yang pekerjaan di dalamnya menuntut tingkat keterampilan yang tinggi, yang biasanya hal ini sulit dipenuhi oleh para pendatang dari daerah pedesaan. Hubungan ekonomi formal dan informal merupakan salah satu kajian penting dalam study ekonomi informal. Hubungan tersebut dapat dilihat dari dua perspektif yaitu pendekatan konflik dan pendekatan fungsional. Pada pendekatan konflik melihat bahwa kehadiran sector informal diperlukan untuk mendukung perkembangan sector formal. Dengan demikian, seperti istilah yang sering dilontarkan adalah, sector informal mensubsidikan sector formal. Kata subsidi tersebut merupakan penghalusan dari kata eksploitasi.
B.     Kritik dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari kelemahan-kelemahan yang kami miliki. Untuk itu kami selaku penulis makalah memohon kritik dan saran untuk perbaikan makalah kami yang selanjutnya.









DAFTAR PUSTAKA
            Haryanto, Sindung. 2011. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Ar-Ruzz Media
            Damsar. 2002. Sisiologi Ekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
            De Soto Hernando. 1992. Masih Ada Jalan Lain. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
            http://skripsi-ilmiah.blogspot.com/2013/02/potret
            http://firlyagustia.blogspot.com/2009/11/bab-5
http://winnylinova.blogspot.com/2010/02     
http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03

           


[1] Drs. Sindung Haryanto, Sosiologi Ekonomi, (Jakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), hal 229-233
[2] Dr. Damsar, Sosiologi Ekonomi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hal 142-145
[3] http://cortanhugo.blogspot.com/2011/07
[4] http://skripsi-ilmiah.blogspot.com/2013/02/potret
[5] http://firlyagustia.blogspot.com/2009/11/bab-5
[6] http://www.slideshare.net/imamwiryatutah
[7] http://winnylinova.blogspot.com/2010/02         
[8] http://firlyagustia.blogspot.com/2009/11/bab-5
[10] Ibid,. hal 233-236
[11] Ibid,. hal. 148
[12] Hernando De Soto, Masih Ada Jalan Lain, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hal 229-243
[13] Ibid,. hal. 149-150
[14] http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03

Tidak ada komentar:

Posting Komentar